Kita
bisa memaafkan bahkan satu detik setelah dia melakukan kesalahan tanpa harus
ada pemberitahuan permintaan maaf. Tapi tidak semua orang bisa melakukan hal
tersebut. Seringnya kesalahan dan kebodohan masa lampau hanya untuk diungkit
dan jadi bahan olok-olok. Pantaskah untuk seseorang yang ingin membangun
hubungan yang sehat dan serius kejenjang berikutnya melakukan hal tersebut?
Terkadang
saya berfikir, hal bodoh bisa dilakukan siapapun untuk membuktikan adanya cinta
dan perasaan, bahkan hal memalukan pun bisa dilakukan tanpa terkendali. Mengapa
semua ini harus didebatkan dan terus diungkit. Setiap orang mempunyai sisi-sisi
yang lain tidak diketahui tapi harusnya diketahui. Mungkin dengan melihat sisi
lain atau dengan sudut pandang yang berbeda kita akan mengerti mengapa
seseorang melakukan hal bodoh dan memalukan.
Berkata
“maaf karena saya telah melakukan hal bodoh” tidaklah semudah yang terpikir,
kita harus mengalahkan sifat ego kita untuk mengatakan “maaf”, kita harus mengalahkan
rasa benar kita atas peristiwa yang terjadi dari sudut pandang kita sendiri dan
mencoba menyelami sudut pandang orang lain yang merasa dipermalukan. Haruskah
dan pantaskah seseorang itu berkata bahwa kamu meminta maaf tidak dengan tulus
(sungguh-sungguh)? Kita tidak akan pernah tau hati seseorang, yang harus kita
pahami adalah menerima dan mempercayainya bahwa itu sungguh-sungguh. Sanggupkah
melanjutkan hubungan bila semua masalah dan kesalahan terus kembali dibuka
hanya untuk memuaskan amarah atau terpengaruhi orang sekitar dan sejarah
masalalu?
Pernahkan
menyesali pilihan yang jelas anda sendiri yang menentukan?? Kemudian teringat
peristiwa manis masa lampau yang mungkin belum terpuaskan sehingga objek yang
kita pilih tadi menjadi sasaran untuk disalahkan?? Bukankah harusnya hati yang
bersih menjadi pondasi untuk kita membangun kembali sebuah cerita tanpa
sedikitpun kontaminasi emosi masa lampau? Ketika cerita baru terkontaminasi
emosi masa lalu sangat beresiko terjadi konflik yang berkepanjangan tanpa
adanya penyelesaian, semuanya seolah terulang terus menerus. Kebanyakan dari
kita tidak menyadari bahwa letak keasalahan itu sebenarnya diri kita sendiri
yang tidak pernah menyimpan masa lalu dibelakang punggung layaknya ransel yang
kita pakai (dia akan tetap ada/mengikuti namun hanya jadi pengingat bahwa
disana beriisikan setumpuk buku pelajaran) namun tersimpan disamping, diatas
atau dibawah, jadi ketika hal yang buruk terjadi kita cenderung membandingkan,
menyalahkan tanpa melihat akar permasalahan yang sebenarnya yaitu diri kita
sendiri. Benar memang, tidak ada seorang pun yang ingin disalahkan (setiap
orang mempunyai sudut pandang tersendiri), karena ketika konflik terjadi tidak
mungkin hanya melibatkan satu orang saja, semua orang yang terlibat dalam
konflik tersebut mempunyai peran masing-masing dalam menciptakan konflik
tersebut, tapi mengapa kita tidak mencoba memahami diri sendiri, berbicara
dengan diri sendiri apa yang sebenarnya terjadi, peran apa yang saya ambil
dalam konflik tadi kemudian kembali berbicara.
Jangan
pernah melupakan yang telah terjadi karna ketika kita mencoba atau bahkan
melupakan berarti anda tidak pernah belajar dengan baik dari kejadian tersebut.
Teruslah menjadi individu yang bangga akan pilihannya walau terkadang pilihan kita
menjadi objek caci maki atau pujian karena pilihan tersebut, karena disanalah
menariknya, disanalah kita belajar menentukan sikap dan berani dengan segala
resiko yang akan terjadi sehingga pada akhirnya kita tidak akan menyalahkan
objek yang kita pilih sebagai biang keladi atau menyesali peristiwa lampau yang
terlalu manis untuk dilewatkan.
(Curug Apid,
1-1-2015)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar